Siapa Tidak Menyembah?

‘Nyembah Gusti kuwi sak wayah-wayah’ (menyembah Tuhan itu bisa sepanjang waktu). Itu adalah ungkapan yang sering saya dengar sejak kecil. Kebetulan saya menemukan salah satu isi blog Mas Ngabehi soal menyembah menurut Ki Suryomentaram beberapa waktu yang lalu. Di situ ada sebuah pernyataan menarik:

Tanpa meneliti dengan cermat, orang menyatakan, bahwa yang menyembah adalah orang. Pernyataan tersebut tidak jelas, karena jika yang diartikan orang, ialah setiap orang yang berwatak menyembah, maka kita tidak perlu lagi bersusah payah, dengan sendirinya sudah menyembah. Padahal kenyataannya tidak demikian.

Sekilas pernyataan tersebut terkesan aneh, ngawur, atau sekurangnya jauh berbeda dengan pemahaman umum. Tapi, bila direnungkan terlebih jauh, menurut saya pandangan beliau sangat masuk akal. Setidaknya itu mengungkap bagaimana beliau mengartikan kata ‘sembah’, yang dalam hal ini tampaknya diartikan tunduk.

Bila menyembah artinya tunduk, semua makhluk di alam semesta ini sejatinya sudah melakukannya dengan cara masing-masing. Semua benda di jagad raya ini akan selalu bekerja sesuai aturan/hukum yang ada. Tiap yang hidup pasti akan mati, semua yang tadinya muda akan menjadi tua, planet pasti beredar mengelilingi bintang, dsb.

Itu bisa diartikan bahwa semua yang ada di alam raya ini tunduk kepada hukum alam. Hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan karenanya semua sudah tunduk atau menyembah Tuhan. Lalu, kenapa manusia masih diperintahkan untuk menyembah? Hal ini lantaran ada satu bagian dalam diri tiap manusia yang belum/tidak menyembah.

Alkisah, ada sebuah dialog antara Ki Suryomentaram dengan salah seorang putranya, Ki Harsono sbb:

* KAS: Har, peganglah aku, nanti aku beri uang jajan…
* Ki Harsono: memegang tangan KAS
* KAS: Itu tangan-ku…
* Ki Harsono: memegang kepala KAS
* KAS: Itu kepala-ku…
* Ki Harsono: kemudian memeluk KAS
* KAS: Itu badan-ku…
* Ki Harsono: kemudian menutup mulut KAS, (karena berpikir yang bilang ‘aku’ adalah mulut KAS)
* KAS: Itu mulut-ku…
* Ki Harsono: ???
* KAS: Ya sudah, sana berangkat sekolah.
* Ki Harsono kemudian berangkat ke sekolah tanpa mengerti maksud KAS tentang ‘aku’.

Jadi, sesuatu atau seseorang yang diperintah menyembah itu sebenarnya bukan tangan, kepala, kaki, mulut, maupun organ-organ tubuh yang menjadi milik si ‘Aku‘. Tubuh manusia sejatinya sudah menyembah, dalam arti tunduk kepada hukum alam ciptaan Tuhan dan oleh karena itu bisa dibilang sudah menyembah Tuhan. Perintah menyembah itu diperuntukkan bagi sang ‘Aku’. Namun, sepertinya memang tidak mudah untuk mengenali sosok yang selalu menyebut dirinya ‘Aku’ ini.

Mungkin sama dengan apa yang disebut Sigmund Freud *halah* sebagai ‘Ego‘. Menurut Ki Mentaram dalam diri manusia ada sang ‘Aku’ dan dia punya berbagai kecenderungan seperti selalu merasa benar, merasa paling kuat, berkuasa, dll. Padahal, kecenderungan ini menurut orang-orang Jawa (jadul) bertolak belakang dengan kepercayaan bahwa sejatinya hanya Tuhan Yang Benar, Yang Kuat, Yang Kuasa, dsb.

Maka dari itu, ketika seseorang menyembah Tuhannya (menurut ajaran agama masing-masing), hal yang paling utama perlu dilakukan adalah menundukkan ‘Aku’ miliknya sendiri dulu, badan idealnya tinggal mengikuti saja. Kebalikan dari itu lalu dianggap sebagai cara menyembah yang tidak tepat. Saya tidak tahu pasti nih, tapi mungkin saja ada orang yang badannya terlihat sembahyang, tetapi jiwanya (Aku) entah sedang apa atau ada ‘di mana’.

Pandangan seperti ini tidak hanya milik Ki Mentaram, tetapi sudah ada jauh sebelumnya. Salah satu aliran kejawen yang setahu saya punya pemaknaan serupa adalah Sumarah. Berikut ini ada cuplikan dari halaman muka situs mereka:

Sumarah is a philosophy of life and a form of meditation that originally comes from Java, Indonesia. The practice is based on developing sensitivity and acceptance through deep relaxation of body, feelings and mind. Its aim is to create inside our self the inner space and the silence necessary for the true self to manifest and to speak to us. The word Sumarah means total surrender, a confident and conscious surrender of the partial ego to the universal self. The total surrender is to Life.

Pemahaman macam ini tidak hanya bisa digunakan pada saat ritual saja. Metode ini juga bisa dijadikan sebagai sikap hidup, di mana manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu dalam sikap menyembah, menundukkan egonya. Melalui ketundukkan macam itu seseorang bisa diharapkan mau berbuat untuk lingkungannya dengan suka rela atau ikhlas. Sebab, dia tak lagi berbuat sesuatu untuk mendapatkan keuntungan pribadi (egois). Esensi menyembah ini tentu bisa dilakukan sepanjang waktu (teorinya).

Kebalikannya adalah orang yang terlihat berbuat sesuatu bagi orang lain, tapi ternyata mengharapkan sesuatu imbalan, entah itu dari mereka yang dibantu atau dari pihak lain. Orang yang mampu menundukkan sang ‘Aku’ ini lalu disebut sebagai orang yang sudah punya watak ‘manembah‘, yang asal katanya juga ‘sembah’. Manusia dengan watak seperti itu mampu berbuat demi kepentingan bersama, tujuan yang lebih besar, atau demi membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Tentang

Cuma seorang pengelana yang bebas berkeliaran.

Ditulis dalam Pemikiran, Pengamatan, Renungan, Umum
43 comments on “Siapa Tidak Menyembah?
  1. itempoeti berkata:

    ora nyandak blaaassss…
    terasa betapa bodohnya diri ini…

  2. Love4Live berkata:

    duduk menyimak sambil ndomblong…

  3. S™J berkata:

    @itempoeti

    walah… mungkin tulisan saya yg belom jelas nih… hmmm…

    @Love4Live

    silakan sambil ngopi *nyuguhin kopi*

  4. Zephyr berkata:

    …. jadi,
    apakah “Aku” bisa ditundukkan?
    bagaimana caranya menundukkan “Aku?”.

  5. m4stono berkata:

    sebuah tulisan yg sangat mencerahkan dari kangmas jenang………..

    ya memang begitulah kita dengan ego yg ke aku apian yg tidak mau sujud/menyembah kepada sang maha pencipta, sebenarnya siapa sih aku itu? aku itu yg ngaku aku sepihak tapi tidak diakui olehNya, kalau sudah diakui olehNya maka aku menjadi tidak ada, yg ada Aku……….

    kebanyakan kita terjebak oleh obyek sesembahan itu sendiri, bagaimanapun juga Tuhan sejati itu tidak bisa menjadi obyek…..kesalahannya adalah…kita menjadikan tuhan sebagai obyek sesembahan…maka yg betul ….Tuhan adalah subyek yg disembah dan kita menjadi obyek yg menyembah…………halaah aku kok dadi keminter ngene yo…..hihihihihi…namanya juga aku……….. :mrgreen:

  6. sawali tuhusetya berkata:

    fenomena yang belakangan ini muncul, mas jenang, orang tak mau lagi menyembah, tapi justru ingin disembah. piye jal?

  7. Lambang berkata:

    Ada manembah karena ingin terselamatkan dan ada juga manembah karena ingin segera menyatu dengan Sang Pecipta. Sulit membedakannya, barangkali..

  8. sikapsamin berkata:

    Salam kenal mas Siti Jenang,

    Menerima sebagaimana telah diciptakan(as God create),
    Bersyukur sebagaimana telah ditetapkan(as God fitted)…

    Saya pernah bertanya kpd simbah, penjelasannya pripun mbah?!
    Simbah balik bertanya, soal apa to?…
    Ooo…MUNGKIN maksudnya begini :
    – Telah diciptakan sebagai pohon(as God create), ya diterima ;
    – Telah ditetapkan sebagai pohon-kolang-kaling(as God fitted), ya disyukuri ;
    ?!?…terus bagaimana mbah…?!?
    Ya kira2 maksudnya menerima sebagai pohon dan ditetapkan kolang-kaling, ya ‘menjadi pohon yang mensyukuri berbuah kolang-kaling’…begitu kira2 ;
    Lha suatu ketika ingin berubah atau ada yang ingin mengubah menjadi pohon-durian atau berbuah durian…yaitu pikiren dhewe, kata simbah.
    Begitu juga dengan satwa ya diterima, ditetapkan sbg sapi ya disyukuri; lha kalau sapi terus2an berdoa/didoakan agar berubah jadi singa, atau jerapah jadi unta, atau lagi pohon kolang-kaling berbuah berlian/kurma misalnya, ya itu mungkin sulapan.
    Atau malah bisa2 Gusti pilih pensiun saja…?!?
    ?!?…mmm…?!?(saya manggut2 pura2 mudheng)

    Nyuwun ngapunten mas Jenang, saya ndleming sendiri.
    Malah mungkin nggak nyambung…
    Sekali lagi mohon maaf, agak tlonyoran… maklum

    Salam bingung untuk mas Jenang dan Sedulur semua…

  9. G3mbel berkata:

    Lalu, kenapa manusia masih diperintahkan untuk menyembah? Hal ini lantaran ada satu bagian dalam diri tiap manusia yang belum/tidak menyembah.

    .

    sepertinya saya lebih condong pada pendapat bahwa manusia itu diberikan kebebasan untuk ingkar atau taat pada ‘hukum’. kalau diperintahkan supaya menyembah, terkesan seolah tuhan itu gila kehormat dan pujian.
    .
    justru saya lebih memilih mengingkari tuhan yang memerintahkan untuk menyembah. karena saya ogah menyembah tuhan yang kerdil dan picik seperti itu.
    .
    trus saya juga males ngomong sama tuhan yang bisanya cuma menghukum orang yang berdosa dan menghadiahi pahala, orang shaleh. karena bagi saya tuhan yang seperti itu tuhan yang bodoh dan sok sibuk.
    .
    trus ada lagi tuhan yang hobinya murka dan suka mengancam seolah tuhan itu terkena tekanan darah tinggi dan suka dendaman gituuh
    .
    trus ada lagi tuhan yang hobinya menguji seolah tuhan itu bos penyeleksi calon PNS.
    .
    ah tape deh , mendingan peyeum saja 😆
    .
    .
    .
    pokoknya banyaklah sifat2 tuhan yang kalau dipikir tuhan itu sungguh sangat menyebalkan dan bikin stress :mrgreen:
    .
    .
    .
    lantas ada yang bertanya pada saya :
    .
    .
    .
    hei kau kafirun n murtadun lalu tuhan kamu ‘siapa’… hah.. hah ? ! ! ! 👿
    .
    .
    .

    saya jawab : ah itu mah rahasia atuh… :mrgreen:

  10. S™J berkata:

    @Zephyr
    wah, coba tengok tulisan mas lambang soal ego.

    @m4stono
    mantab… saya setuju. 😎

    @pak sawali
    makanya jadi kacau pak… soalnya tuhan jadi buanyaaak :mrgreen:

    @mbak ilum
    iya, saya juga belajar menyembah model gitu 😎

    @lambang
    saya tambahin satu lagi… menyembah karena memang jatahnya hamba.

    kang samin
    Anda benar… saya bingung :mrgreen:

    @G3mbel

    sepertinya saya lebih condong pada pendapat bahwa manusia itu diberikan kebebasan untuk ingkar atau taat pada ‘hukum’. kalau diperintahkan supaya menyembah, terkesan seolah tuhan itu gila kehormat dan pujian.

    bagaimana mungkin dibilang ingkar kalau tidak ada hukum/perintah? tapi saya setuju… soal bebas memilih itu.

  11. Ketiga berkata:

    errr–filosofi sekali, tiap ke sini pasti giliran nemu tulisan yang sangat sufistik. keren.

    menyembah~ketundukan, menundukkan egoisme diri. saya sepakat itu

  12. marsudiyanto berkata:

    Menyembah mari menyembah…
    Makasih info & linknya tentang matematika… 😀

  13. mbah gendeng berkata:

    sebenarnya kita emang udah menyembah tuhan…… tapi tuhan yang mana…..????? menyembah yang bagaimana????? tu yg harus kita pikirkan lagi

    V(^_^)

  14. tomy berkata:

    Miturut Kyai Freud *halah* Ego manusia itu sejatinya kebahagiaan terpenuhinya keinginan, namun dalam perkembangan hidupnya si Ego tahu tahu bahwa kalau ia memaksakan terpenuhinya semua keinginan akan berhadapan dengan keinginan manusia lain
    Hal ini alih2 membuat hidupnya bahagia malah menjadi menderita, jadi si Ego menyadari bahwa dia juga harus mengakomodasi *halah* keinginan manusia lain
    Maka timbul Super Ego yang menundukkan si Ego agar diri manusia tetap mengalami kebahagiaan bisa hidup selaras dengan manusia lain

    jadi sembah itu kebutuhan yang nyembah…*ah tenane*

    monggo dilanjut Kang

  15. sigid berkata:

    Pakde, kangen tulisannya euy, udah lebih 3 bulan ndak ngeblog .. :mrgreen:

    Dhawah leres pakde, setuju, meper hawa, menaklukkan ego, menyangkal diri, itu tapi rasanya kadang seperti pertempuran melawan dunia je …

    Berat, tapi layak diperjuangkan

  16. lovepassword berkata:

    Kalo sekarang kayaknya yang disembah-sembah malah duit yah K ? 😦

  17. yos berkata:

    ora mudeng pak…
    utekku ra nyandak ki….
    😀

  18. tomy berkata:

    Mas ajarin aplod video atau gambar di komen
    Siapa tahu pas Mas S™J ulang taun saya bisa ngirim kembang 😳

    Ngarepin bener nih Mas caranya, maklum gaptek

  19. Yari NK berkata:

    Huehuehue…. jangankan memegang si ‘Aku’ memegang kentutku aja susah kok…. hayo bisa nggak?? **komentar ngawur** :mrgreen:

  20. m4stono berkata:

    sekarang ini malah kacau istilah antara nyembah dan sujud…..kalau di islam ada ungkapan “tiada tuhan selain allah yg patut disembah” maka kalo terjemahan bebasnya….kita nyembah hanya kepada allah tapi sujud kepada makhluk kan buleh2 aja :mrgreen: apa ya kebalik yah…hhhmmmm…nyembah itu kan mempertemukan kedua telapak tangan didepan wajah…. :mrgreen:

  21. m4stono berkata:

    makna itu kan tergantung yg memaknai…

    ==========================

    lha ini betul sekali kangmas…..parahnya kalau sudah memaknai salah lalu merasa paling benar lalu menyebarkan makna itu….kalo dari hulunya dah salah trus di hilirnya apa ya bisa benar….hihihi :mrgreen:

  22. batjoe berkata:

    salam kenal aja dulu mas…

  23. patub bokep berkata:

    OPO KWI????: RADONG.. mending buka keandra.com

  24. hari prajitno berkata:

    trims pengetahuannya.

  25. satria berkata:

    sugeng siang mas siti jenang.
    salam kenal…
    tulisan yang mantab…!
    luar biasa…. salut. terus “menyelam” dan terus berkarya..
    rahayu.

  26. S™J berkata:

    selamat malam 😎

  27. wandyestin berkata:

    keep posting 🙂

  28. siman berkata:

    melu ae lagh, tapi jo melu-melu mengko ndak kesasar,,,,,

  29. Anonim berkata:

    itu pembahasan di dalam rumah bos

Tinggalkan komentar