Kita Mungkin Tak Butuh Pemimpin Paripurna

Hasta Brata. Bagi sebagian orang ‘Hasta’ diartikan delapan dan ‘Brata’ artinya langkah. Ada pula yang mengistilahkan sebagai delapan watak dewa. Sama saja, toh perbedaan katanya adalah rahmat. Setahu saya inilah gambaran seorang manusia paripurna. Namun, saking sulitnya dikuasai atau dijalani, akhirnya delapan parameter ini dijadikan ukuran seorang pemimpin ideal. Saya mengambil dua sumber, yaitu dari blog Mata Air dan Chiell.

Sifat-sifat yang sebaiknya ada dalam diri pemimpin ini meneladani unsur-unsur dari alam, yakni bumi, matahari, bulan, bintang, api, angin, laut, dan langit. Selain itu disimbolkan juga sebagai dewa / dewi. Saya tidak tahu apakah bangsa kita sudah pernah dianugerahi pemimpin macam begini sebelum lahirnya Indonesia. Tapi, sejak merdeka sebagian atau seluruh rakyat selalu mendambakan pemimpin paripurna, satria piningit. Sisi yang paling mengemuka biasanya lebih kepada sosok pemimpin yang diliputi rahasia. Saya mencoba melihatnya dari sisi masyarakat. Apakah kita siap menyambutnya [kalau memang bakal datang masanya]?

Sifat pertama dimiliki Batara Wisnu, dewa keabadian dan kesejahteraan. Unsur bumi berwatak konsisten, tegas, dan apa adanya. Bumi menawarkan kesejahteraan bagi semua mahkluk yang ada di atasnya. Tidak pilih kasih. Wisnu tugasnya memelihara dan membangun peradaban di bumi. Seorang pemimpin seharusnya bersifat sentosa, suci hati, pemurah, serta selalu memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur kata serta tingkah laku sehari-hari. Bagi sebagian masyarakat sikap tak pandang bulu sangat diharapkan, utamanya mungkin kaum tertindas atau minoritas. Dampaknya, kalau ada kaum mayoritas, yang selama ini cenderung leluasa bergerak, mengganggu atau menindas mereka yang lebih lemah harus ditindak tegas. Mereka yang hidup dari dana investasi asing sepertinya ngeri punya pemimpin model begini.

Kedua, unsur matahari sebagai penerangan [di kala siang], hangat merata di seluruh pelosok bumi. Batara Surya wataknya sabar, tidak tergesa-gesa, belas kasih, dan bijaksana. Sifat matahari memancarkan sinarnya tiada henti dan tak harap kembali.  Sebagaimana matahari, seorang pemimpin harus bisa memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam bertindak seperti jalannya matahari. Tidak tergesa-gesa namun pasti dalam memberi cahaya tanpa pilih kasih. Berarti seorang pemimpin harus berani berterus terang. Tidak boleh menutup-nutupi kasus yang mungkin menimpa anak buahnya, misalnya. Hanya berkeinginan untuk mengabdi tanpa meminta balas budi. Bagi mereka yang merasa tak perlu bersembunyi mestinya ingin punya pemimpin seperti ini, namun mungkin tak semuanya.

Batara Bayu, dewa angin atau simbol kekuatan. Ia bisa masuk ke mana saja tanpa kesulitan. Segala perilaku dapat dilihatnya dengan jernih. Sebagaimana angin, seorang pemimpin seharusnya teguh dan bersahaja, selalu mencermati tiap permasalahan bangsa, menyuarakan kepentingan rakyat sebagai bagian dari kekuatan berkebangsaan. Angin adalah udara yang bergerak dan ringan melangkah ke mana saja. Jadi, meskipun kehadirannya tidak disadari, namun berusaha untuk selalu ada di manapun dibutuhkan. Tak pernah lelah mengawasi orang yang dipimpinnya. Tidak pula mengeluh kurang tidur, kurang makan, ataupun kurang ‘jreng jreng jreng’ barangkali. Memastikan kebenarannya dan tidak mengandalkan laporan yang bisa direkayasa. Untuk mereka yang jujur bukanlah masalah karena selalu siap dan rela diawasi.

Berikutnya, Batara Baruna, dewa laut yang menjadi muara seluruh air beserta segala sesuatu yang ikut di dalamnya. Meski begitu, samudera tidak tumpah, sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera. Artinya, seorang pemimpin mesti bersifat lapang dada menerima masalah dari anak buah. Menyikapi keanekaragaman sebagai hal yang wajar dan menanggapi dengan kacamata dan hati yang bersih. Tidak mudah tersinggung bila dikritik, tidak terlena oleh sanjungan, dan mampu menampung segala aspirasi rakyat dari golongan manapun. Sosok satu ini tampaknya kurang cocok bagi mereka yang menghendaki penyeragaman. Ada pula yang menginginkan pemimpin yang reaktif, ganas kepada mereka yang dianggap berseberangan, meski tanpa kejelian ataupun kebersihan nurani.

Lalu, unsur rembulan, memberi penerangan saat gelap dan tidak menyilaukan. Pemimpin yang berwatak bulan memberi kejelasan di kala permasalahan masih gelap atau samar-samar, memberi kesejukan di kala rakyat kesusahan, memberi solusi saat masalah menerjang, serta bisa menengahi konflik. Simbolnya Batari Ratih yang bertugas menerangi bersama-sama Batara Kartika. Sifat Bulan adalah lembut, ramah, dan sabar kepada siapa saja; sebagai satelit pengiring matahari, bulan bersinar di kegelapan malam, memberi suasana tenteram dan teduh. Seorang pemimpin hendaknya rendah hati, berbudi luhur, serta menebarkan suasana tentram kepada rakyat. Tokoh model begini sangat cocok untuk mereka yang merindukan kedamaian, kerukunan, dan persatuan. Namun, sepertinya bakal dihindari kaum yang suka berperang dan menyerang tanpa kejelasan.

Ada lagi Batara Kartika, dewa bintang yang juga disebut Sanghyang Ismaya. Artinya adalah kesucian yang bersinar. Bertugas menerangi dunia ini bersama Batari Ratih, memberi harapan dan pencerahan kepada makhluk di malam hari. Bintang adalah penunjuk arah yang indah. Seorang pemimpin harus berwatak bintang dalam arti mampu menjadi anutan serta memberi petunjuk kepada bawahannya. Pendiriannya teguh, tidak pernah berpindah, dan menjadi pedoman arah dalam melangkah. Sebagaimana bintang, seorang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya, tingkah laku, serta mempunyai konsep berpikir yang jelas. Bercita-cita tinggi mencapai kemajuan bangsa, teguh, tidak mudah terombang-ambing, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya. Masalahnya, bila ada pemimpin yang punya cara pikir yang jelas, hal-hal yang tidak jelas bisa mendadak terkena sidak. Memajukan bangsa boleh jadi harus melemahkan pengaruh bangsa asing dulu. Sepertinya belum tentu semua rakyat bakal setuju.

Siapa lagi? Ah, ternyata masih ada Batara Indra, dewa langit yang ia menguasai angkasa, hujan, dan petir. Pembawa rahmat yang berwatak luhur, pengasih, dan cinta kepada seni maupun keindahan (kebenaran). Sifat langit kadang indah, kadang menakutkan, tetapi kalau sudah berubah menjadi hujan merupakan berkah serta sumber penghidupan.
Sebagaimana langit, seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi siapa saja yang berbuat salah dan melanggar peraturan. Namun, di sisi lain selalu berusaha memberikan kesejahteraan. Sebagian rakyat mungkin lebih suka pemimpin yang ganteng, manis di mulut, dan rajin tebar pesona. Para seniman pastinya sangat suka pemimpin macam ini, tapi tidak bagi mereka yang menganggap seni sebagai sarana pemujaan setan.

Terakhir, Batara Brama, dewa api atau panglima perang yang ulung laksana api. Dia dapat membasmi musuh dan segala kejahatan sekaligus bisa menjadi pelita bagi manusia yang sedang dalam kegelapan. Sifat Api panas membara, kalau disulut akan berkobar membakar, menghanguskan dan memusnahkan apa saja tanpa pandang bulu, tetapi juga sangat diperlukan dalam kehidupan. Sebagaimana api, seorang pemimpin harus berani menindak siapapun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan berpijak kepada kebenaran dan keadilan. Api sifatnya membakar. Artinya, pemimpin harus mampu membakar [semangat / angkara murka] jika diperlukan. Jika terdapat risiko yang mungkin bisa merusak negara misalnya, kemampuan untuk menghancurkan anasir perusak sangat membantu demi kelangsungan sebuah bangsa. Tampaknya sosok macam begini kalau tidak diimbangi sifat lain bisa sangat berbahaya. Apalagi bila sampai diarahkan pihak asing untuk menghancurkan bangsanya sendiri. Barangkali sebagian masyarakat yang merasa sebagai anasir perusak sangat keberatan dengan adanya pemimpin macam ini.

Saya tidak memiliki data akurat mengenai respons masyarakat soal ini. Tapi, setidaknya tahu pasti bahwa pengangkatan pemimpin negeri haruslah berdasarkan keunggulan dalam jumlah pemilih. Jadi, hanya bisa mengira-ngira saja apakah pemimpin paripurna seperti digambarkan falsafah Hasta Brata oleh mayoritas rakyat Indonesia memang dikehendaki.

Tentang

Cuma seorang pengelana yang bebas berkeliaran.

Ditulis dalam Pemikiran, Pengamatan, Umum
21 comments on “Kita Mungkin Tak Butuh Pemimpin Paripurna
  1. esensi berkata:

    a-ha! saya pernah membaca mengenai ini di Kompas bagian kolom budaya beberapa waktu lalu.
    *meski saya akui, yang anda ketengahkan ini lebih komplit* :mrgreen:
    .
    lantas saya mau tanya, bagaimana implementasinya dari nol, khususnya bagi saya sendiri, yang notabene masyarakat awam? 😛
    .
    *gelar tikar di pendopo mas jenang sambil menyeruput teh poci, nunggu mas jenang methu…*

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: lah, saya gak tau juga. cuma berharap aja ada yg bisa. 😛

  2. watonist berkata:

    Jadi, hanya bisa mengira-ngira saja apakah pemimpin paripurna seperti digambarkan falsafah Hasta Brata oleh mayoritas rakyat Indonesia memang dikehendaki.

    masih mas … masih dikehendaki
    cuman mungkin kita ini sama-sama bingung, “bagaimana cara mendapatkannya ??”

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: he he he… lha itu… apakah perlu disambut dengan berbuat sesuatu, ataukah hanya cukup ditunggu.

  3. jakatan berkata:

    kalau aku sih maunya ya pemimpin yang mumpuni, dengan kwalitas yang lengkap …. tapi apa mungkin ????

    eh ternyata susah juga ya milih pemimpin …… kita hanya bisa mencela dan berharap ….. tapi tidak mengerti apa yang seharusnya diperbuat untuk mendapatkan pemimpin tersebut.

    ujung-ujungnya pasrah sama yang diatas….., ah siapa ya yang dapat wahyu keprabon tersebut … yuk kita mulai mengamati ….

    salam,

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: jangan-jangan memang harus pasrah dulu. dari situlah muncul harapan baru [barangkali].

  4. bisaku berkata:

    Ga banyak yang ku minta dari seorang pemimpin sebenarnya, yang penting bisa lebih tegas terhadap berbagai permasalahan kronis bangsa tanpa kompromi, berani berjuang untuk kepentingan rakyat.

    Kalau bisa dibilang, mungkin seperti sosok … Batara Indera?

    Cuma kalau untuk masa sekarang ini, saya menyerah …

    Moga kita bisa dapatkan seorang pemimpin yang mumpuni nanti pada waktu saya naik jadi CAPRES tahun 222222 …

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: muahaha…. tahun segitu sih sampeyan udah reinkarnasi berapa kali tuh… :mrgreen:

  5. gentole berkata:

    Mas Jenang, bener deh, kok saya berpikir kita dak butuh pemikir paripurna macam yang digambarkan di atas. Saya konfirmasi judulnya posting ini. 😀 Yang kita butuhkan itu yang cerdik dan bisa menyelesaikan masalah. Jahat dikit gak apa-apa, daripada jujur tapi gak becus. Kalo saya harus memilih, saya akan memilih yang paling kapabel.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: mangsalahnya, bagaimana pula kapabilitas itu? kalo menyelesaikan masalah kan kayaknya gak cuma cerdik. Gus Dur kayaknya termasuk cerdik lah. tapi harus menghadapi bawahan yg selama ini sudah biasa dgn sistem kisruh.

  6. zal berkata:

    ::koq aku merasa setiap manusia diisi komponen-komponen ini ya…, apa mungkin pusara-pusara denyutnya perlu diaktifkan, agar reaksinya lebih ngejreng… 🙂

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: jangan-jangan memang dari kesadaran masyarakatnya dulu. buat apa diturunkan sosok macam begitu kalo tidak ada yg tahu.

  7. Sawali Tuhusetya berkata:

    kalau bisa sih memang sosok pemimpin yang memiliki karakter kepimpinan hastabrata itu, mas jenang. tapi sepertinya kita mimpi. jangankan hastabrata, tribarata saja, seperti watak air, api, dan rembulan saja susah minta ampun. coba aja, gimana negeri ini mau dibawa, citra hancur2an di negeri jiran aja diam aja, haks.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: kalo masih susah, dwi brata saja… atau sekurangnya seperti Batara Surya. kalo gak malah delapan orang aja sekalian, semacam dewan kepresidenan.

  8. peristiwa berkata:

    Sosok pemimpin di atas yang pak Jenang tuliskan sepertinya hanya ada di dunia khayalan.. *sungguh tragis*

    Menurut saya seorang pemimpin tidak boleh tunduk pada siapapun, tidak boleh takut pada siapapun, tidak boleh memiliki kepentingan apapun selain demi negeri yang dipimpin, seorang pemimpin lebih baik seorang yang liar dan sedikit berjiwa pemberontak (tentu bukan memberontak negerinya sendiri,.. tujuannya agar tak terjajah oleh siapapun). Seorang pemimpin sebaikya menyadari bahwa seluruh hidupnya hanya untuk diabdikan untuk negerinya..

    semua itu tentu didasari ilmu dan nurani yang bisa diandalkan.
    (haha..saya telah berlebihan rupanya)

    salam pak Jenang

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: republik mimpi dong… he he he… lebih parah lagi kalau ternyata ada, tapi kalah pemilihan.

  9. mikekono berkata:

    setuju, Kita tak butuh pemimpin paripurna
    sebab pemimpin sprti itu tidak akan pernah lahir lagi
    apalagi di negeri bernama Indonesia ini
    sungguh jauh panggang dari api

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: he he he… tapi jangan-jangan bisa diturunkan lagi *maksa*. :mrgreen:

  10. adi isa berkata:

    mungkin bukan gitu judulnya
    tepatnya,
    kita tak mungkin dapat pemimpin paripurna.. hehehehe
    salah ya..?

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: muahahaha… sepertinya begitu.

  11. zal berkata:

    ::maksudku sosok itu hidup pada tiap diri, salah satu, atau gabungan beberapa, yang pasti semakin lengkap terkumpul semakin paripurna diri tersebut…, jadi bukan diluar…

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: kalo itu sih menurut saya juga iya. satria piningit dalam diri sendiri selalu ada dari dulu. sayangnya, kebanyakan tidak tahu / mau tahu cara membangkitkannya.

  12. Achmad Sholeh berkata:

    Sosok pemimpin ideal seperti gambaran diatas sangatlah didambakan oleh masyarakat kita saat ini tentunya sangat sulit untuk mencari sosok yang demikian tapi mendekati beberapa kriteria itulah yang harus kita pilih.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: masih sulit juga kalo kita terbiasa melihat tampilan luarnya.

  13. Ndoro Seten berkata:

    sebenarnya untuk kasus indonesia, mau dipimpin oleh iblis sekalipun nggak masalah, asal selalu memperjuangkan kesejahteraan rakyat!
    Itu thok kok!

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: he he he… iblis malah lebih tau Tuhannya ketimbang kebanyakan manusia. :mrgreen:

  14. Didien® berkata:

    Hanya bisa berharap yg lebih baik…? :mrgreen:
    Salam kenal,

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: harapan adalah do’a. salam kenal.

  15. ningrum berkata:

    idealnya si seperti hassta brata, yang sama artinya dengan kualitas=integritas=kapabilitas.
    Negeri ini kan masih belajar, baru bisa meraih apa yang namanya kuantitas (dukungan), meskipun ya itu tidak menjamin bahwa yang memiliki pendukung banyak adalah memang benar-benar pemimpin yang diinginkan, atau yang memiliki jiwa mempimpin-mampu mengayomi. Seringkali pun pemilih tidak sadar-tidak tahu kenapa mesti memilih A, B atu C.
    At least Hastrabata is great quality=pemimpin yang bukan godot.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: he he he… bener juga tuh.

  16. santribuntet berkata:

    Pemimpin paripurna itu sejatine awake dewek kang… jika semua bisa memimpin awake dewek, maka tak perlu ditunggu si paripurna ia akan datang sendiri tanpa rupa tanpawarna 😀
    halah

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: ya, itu dia pak. pro aktif *haiyah* mungkin lebih baik ketimbang ketimbang menunggu dgn pasif.

  17. CY berkata:

    Biasanya ideal itu hanya ada di tulisan kang, kenyataannya jauh berbeda. Kalo jaman sekarang, yang jujur itu bukan hanya harus rela diawasi, tapi juga harus siap sedia dibantai dan digusur dari jabatan. Untuk memimpin Indonesia sesuai kriteria di atas memang perlu seorang dewa dgn kekuasaan mutlak. Minimal dalam range 10 tahun, setelah itu diharapkan virus2 yang ada telah berhasil di bersihkan.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: he he… emang susah jadi orang jujur jaman sekarang. setuju, minim 10 dibawah manusia setengah dewa mungkin baru bagus.

  18. hidayat berkata:

    rahayu…
    begaimana kalau kita yang jadi dewa
    bisa enggak…. kalau nunggu itu bisa iya bisa enggak
    bagaimana kalau kita yang membangun diri…
    menunggu dibangun jadi kelamaan juga..
    wass wb.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: itu dia. kalo sekadar menunggu tentu tidak produktif. paling tidak mereka yg dekat pusat kekuasaan mestinya mendalami falsafah ini.

  19. pandu berkata:

    diatas bnyk mmbhas teori profile idealis. skrg qt coba mlihat dr sisi “jati diri” sang pimpinan dia “amanah”(mandate) ato tdk? (sy rasa ini pndasiny). seorang pemmpn yg mmlki jw yg amanah dia bnar2 pham bhw itu adlh tugas “berat” !, kini qt bndingkan dgn zmn skrg .. wow .. jual “harga diri” pun dia lakoni asal bs menang. brgkli ini dpt jd +an.

    ▄▄▄▄▄▄
    SJ: ya, itulah manivestasi takwa, dibahas dalam artikel lain.

  20. […] rakyat Indonesia saat ini, sebab sudah jauh hari, “dosen” saya menuliskannya di sini. Tak perlu pula saya mencatatkan prediksi-prediksi spekulatif siapa yang kiranya berpeluang bakal […]

  21. […] TEMBUSAN: 1. Siti Jenang, atas postingannya yang berjudul “Kita Mungkin Tak Butuh Pemimpin Paripurna“. 2. Pak Sawali Tuhusetya, atas tulisannya yang berjudul “Gaya Selebritis Para Wakil […]

Tinggalkan komentar